Sabtu, 25 Juni 2011

AIR BAGIAN DARI KEBUTUHAN HIDUP*


Oleh : MUHAMMAD SYAMSUL ARIFIN
Ketua Umum HMI Komisariat fakultas sains dan teknologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta periode 2010-2011

Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, dan fungsinya tidaklah dapat digantikan dengan senyawa lain. Selain itu, Air memiliki sifat-sifat yang penting untuk adanya kehidupan, baik itu yang bersentuhan dengan manusia secara khusus dan makhluk hidup secara umum. karena makhluk hidup memilki ketergantungan terhadap air, baik itu disadari atau tidak.
Tidak bisa dielakkan, air memerankan peranan yang sangat penting terhadap kehidupan manusia di muka bumi ini. Apalagi mengingat data menunjukan 70 persen permukaan bumi adalah air.
Keurgenan air bagi manusia dan makhluk hidup lain-Nya dapat dibuktikan. seperti: bidang biologi, Air sebagai zat pelarut terpenting bagi makhluk hidup, karena air bisa melancarkan proses metabolisme, dan air sebagai zat pelarut terpenting dalam fotosintesis dan respirasi.
Bidang kimia,  air merupakan pelarut universal, penting dan kuat. karena air dapat melarutkan banyak jenis zat kimia, semisal garam dan lain sebagainya.
Peradaban manusia Berjaya melalui mengikuti sumber air, karena dengan kemudahan akses perairan seperti London, New York city, Paris, dan bahkan Indonesia.
Pada Pangan, air merupakan komponen penting dalam bahan makanan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan. Bahkan dalam makanan yang kelihatan kering sekalipun, seperti buah kering.
Pada Pelarut, pelarut air digunakan untuk mencuci, mandi, mencuci pakaian, mencuci mobil, mencuci lantai (mengepel) dan lain sebagainya.  
Memperbaiki kemampuan dan daya tahan tubuh. kita akan mampu bekerja lebih keras atau berat bila mendapatkan air yang cukup. Sebagai tambahan, air dapat memperkuat daya tahan tubuh kita. Karena air dapat menaikkan simpanan glycogen, suatu bentuk dari karbohidrat yang tersimpan dalam otot dan digunakan sebagai energi saat kita bekerja.
Pelembab wajah paling ampuh, Dengan minum banyak air membantu kulit kita tetap kenyal dan kencang serta mengurangi garis-garis dan kerut pada wajah.   
Air bisa untuk menangkal rasa letih akibat melakukan perjalanan Udara panas dapat menyebabkan kita dehidrasi dan akan menimbulkan rasa letih pada saat dan setelah perjalanan. Minumlah banyak air sebelum melakukan perjalanan.
Air juga bisa sebagai Senjata ampuh melawan masuk angin atau pilek, Antibodi dalam lendir yang melapisi kerongkongan berfungsi untuk menjerat virus pilek. Daya tahan ini akan melemah apabila kita dehidrasi  karena akan menyebabkan lendir mengering. Sebagai catatan banyak ahli kesehatan merekomendasikan air sebagai ekspektoran (zat yang berperan untuk merangsang penambahan produksi cairan kelenjar) yang efektif untuk mengurangi batuk. Dan masih sangat banyak lagi yang bisa dijadikan sebagai bukti akan keurgenan air.
Tujuh puluh persen bumi terdiri daripada air. Akan tetapi dari semua itu, 97 persen adalah air asin dan sisanya tiga  persen adalah air tawar. Persentase air tawar tersebut masih dibagi dengan es, air tanah, air permukaan dan uap air. Menurut penelitian Dr. Firdaus Ali (dosen dan peneliti jurusan teknik lingkungan FTUI), di Indonesia sendiri memiliki potensi air tawar sebesar 1.957 miliar meter kubik/ tahun dengan total populasi mencapai 228 juta jiwa yang jumlah air tawar tersebut setara dengan 8.583 meter kubik per-tahun, yang dari jumlah tersebut hampir  87 persen terkonsentrasi di pulau Kalimantan, papua, sumatera, dan semuanya tersebar secara tidak merata di jawa, Madura, bali, Sulawesi, dan lain-lain. Pulau  jawa yang luasnya 7 persen dari luas Indonesia  yang dihuni sekitar 148 juta jiwa hanya memiliki lebih dari 4,5 persen dari total cadangan air tawar Indonesia.
Selain itu, tidak semua air tawar layak untuk diminum. Itu juga belum termasuk air yang tercemar oleh manusia. Dan tidak semua daerah di dunia ini mendapatkan porsi air yang cukup. Kondisi ini dapat kita lihat di daerah pelosok desa yang masih belum bisa mengakses air bersih.
Kita tak  mengerti sejauhmana penanganan  air bersih hingga pembagian kepada  konsumen. Persoalannya  adalah ada pada manajemen pengelolaan. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-hari, mereka harus  berjalan kaki  lima sampai enam kilometer dari rumahnya. Itu pun sumber air diambil  dari kubangan di pinggir kali yang mereka buat atau malah ada yang masih harus ngantri yang itupun terkadang masih esoknya yang harus di ambil dari minimnya air bersih di pelosok desa. Betapa menyedihkan memang.
Tapi apa pun semua itu, perubahan sikap patut dan harus kita lakukan. Kata orang bijak, untuk merubah sesuatu tak bisa mengharapkan  orang lain, tetapi Kita sendirilah sebenarnya yang harus memulainya. Karena islam sendiri memberikan apresiasi apalagi itu yang berkaitan dengan air. melalui Al-Quran dijelaskan fungsi air. Air untuk diminum, seperti dalam surat An-Nahl ayat 10 dijelaskan, yang artinya “dialah yang telah menurunkan air dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagaiannya menyuburkan tumbuhan, padanya kamu menggembalakan ternakmu”.  
 Air tidak semata untuk diminum saja, tetapi juga berwudhu. Allah menjelaskan-Nya dalam firmannya surat Al-Maidah ayat 6.  
Selain itu, air juga untuk kebutuhan tumbuhan dan hewan. Firman Allah dalam  Al-Baqarah ayat 22, yang artinya “(dialah) yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu, dan langit sebagai atap, dan dialah yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dia hasilkan dengan (hujan) itu buah-buahan  sebagai rezeki untukmu. Karena itu, janganlah kamu mengada-ngadakan tandingan-tandingan bagi Allah, padahal kamu mengetahui”.
 Ternyata lebih dari itu, air menjadi salah satu unsur penciptaan makhluk hidup (Q.S. Al-Anbiya’ ayat 30), termasuk hewan (Q.S. Al-Nur ayat 45) dan manusia (Q.S. Al-Furqan  ayat  54).
Ditegaskan juga bahwa tanah yang tandus dapat menjadi subur melalui air Ar-Rum ayat 24, berbunyi “…… dan dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dengan air itu dihidupkan-Nya bumi setelah mati (kering),…. ”.
Maka kita sebagai manusia yang mempunyai posisi sebagai khalifatullah fil ‘ardi, serta secara bersamaan sebagai hamba, manusia wajib aktif menjaga keharmonisan alam dan menyebarkan rahmat (kasih sayang) ke seluruh alam, bisa dalam bentuk menjaga kebersihan air dan pemanfaatan atau pengelolaan air dengan sebaik-baiknya.( Billahittaufiq wal hidayah, ).

*dimuat di Buletin Al-Ushulliyah HMI kom-fak Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta edisi Maret 2010

SAMPAH DAN PROBLEM LINGKUNGAN* *


Oleh : Muhammad Syamsul Arifin*
           
Lingkungan merupakan hal yang urgen yang tidak bisa kemudian kita lepaskan dari diri kita. Secara definitif Lingkungan adalah semua yang mempengaruhi pertumbuhan manusia atau hewan. Dan lingkungan alam adalah keadaan sekitar yang mempengaruhi perkembangan dan tingkah laku organisme (makhluk hidup). Sedangkan lingkungan hidup adalah segala sesuatu yang berada disekeliling makhluk hidup yang mempunyai pengaruh timbal balik terhadap makhluk hidup tersebut (M. Talhah dan Achmad mufid A.R.; fiqih ekologi). Jadi dalam hal ini segala sesuatu-Nya yang ada di sekeliling kita baik itu terkait dengan manusia, tumbuhan, dan hewan disebut bagian dari lingkungan hidup.
            Satu permasalahan yang sering diremehkan terkait dengan pencemaran lingkungan, kalau tidak benar-benar dilupakan, bagi masyarakat kita adalah persoalan sampah. Secara definitif  menurut undang-undang No. 18 tahun 2008. sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Jika menurut kamus wikipedia,  sampah adalah material sisa yang tidak di inginkan setelah berakhiran-Nya suatu proses.
Banyak dari kita dengan mudahnya membuang sampah di sembarangan tempat. Padahal dampak dari pembuangan sampah yang bukan di tempatnya banyak sekali efek negatifnya. Dampaknya bisa berupa tinggal tidak nyaman, bau tidak sedap, penyakit merajalela, dan lain-lain.
            Jika kita berkunjung ke luar negeri sana. Maka kita akan melihat peristiwa yang kontras dengan Indonesia. Disadari atau tidak Indonesia sudah tertinggal. Mereka sudah mempunyai budaya tertib membuang sampah pada tempat. Sejak kecil sudah dididik untuk membuang sampah pada tempatnya. Sedangkan di Indonesia bagaimana?.
            Marilah dibayangkan jika satu orang membuang satu sampah plastik tiap harinya. Jika sampai se-bulan maka paling tidak telah membuang 30 plastik sampah. Dan jika sampai se-tahun maka kurang lebih telah membuang 360 sampah plastik. Misalkan se-RT terdiri dari 50 kaka (kepala keluarga) dan satu kaka misalkan terdapat 5 orang dengan kepala keluarganya. Maka se- RT terdiri dari 250 orang. Dan dalam se-tahun  paling tidak se-RT telah membuang  sampah plastik sebanyak 90.000.
            Se-RT saja dalam setahun saja paling tidak telah membuang 90.000 sampah plastik, angka tersebut bukanlah nominal yang sedikit. Belum lagi se-RW, se-dukuh, se-kelurahan, se-kecamatan, se-kabupaten, dan se-negara banyaknya jumlah sampah plastik. Dan belum lagi jenis sampah-sampah lain-Nya, baik itu sampah dalam bentuk organik dan sampah on-organik.   
            Perlu juga diketahui, bahwa banyak kota-kota yang kebanjiran termasuk ibukota Indonesia sendiri (Jakarta) disebabkan salah satunya oleh sampah yang menumpuk. Banjir merupakan problem yang juga salah satunya disebabkan oleh sampah yang menumpuk, membuang sampah di sungai-sungai. Demam berdarah juga merupakan problem yang disebabkan menumpuknya sampah bukan pada tempatnya.
Sampah di anggap sesuatu yang tidak lagi berguna dan bisa di buang kapan dan di manapun juga, apalagi bagi sebagian masyarakat yang kebetulan bertempat tinggal di tepian sungai, bila dipastikan sungai akan beralih fungsi sebagai tempat pembuangan sampah.
Selanjutnya persoalan sampah tidak bisa dipisahkan dari jumlah penduduk yang menempati suatu wilayah ditambah luas wilayah yang ditempati itu sendiri. Yang demikian, memungkinkan adanya beberapa pandangan.
Pertama, kepadatan penduduk sangat mempengaruhi berapa banyak jumlah sampah yang dibuang setiap hari. Kedua, pola hidup yang serba konsumtif menjadi sumber utama banyaknya sampah yang harus dibuang setiap hari. Ketiga, jika kepadatan penduduk tidak seimbang dengan lahan yang menjadi tempat tinggal maka, penumpukan sampah secara besar-besaran menjadi sebuah keniscayaan.
Oleh sebab itu, marilah kita awali dengan tertib membuang sampah pada tempatnya. Bukan-Nya kita sering mendengar dalam doktrin agama, yang tepatnya hadis Rasul SAW yaitu  : kebersihan sebagian daripada iman (HR bukhori).
Kita semua harus mulai menyadari pentingnya tidak membuang sampah sembarangan,  disamping tugas pemerintah untuk mencari solusi bagi pendaurulangan limbah sampah, agar :
Pertama, sungai yang asalnya bersih dan dalam jangan sampai dangkal karena penumpukan sampah yang begitu besar, sehingga kemudian menngakibatkan banjir. Kedua, tanah yang asalnya gembur dan subur jangan sampai tandus dan kering karena tumpukan sampah non organik yang ada di dalamNya-sehingga mengganggu tingkat kesuburan tanaman. Ketiga, sumber mata air seperti sumur dan telaga jangan sampai bau karena efek pembusukan sampah non-organik yang meresap kedalam pori-pori bumi-sehingga menggangu tingkat kebersihan air
              Lain dari itu, sesungguhnya jika kita gali lagi, ternyata sampah juga bermanfaat. Dengan adanya pengelolahan sampah  sebagai kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah, maka bukan hanya aspek kenyamanan tinggal saja yang didapatkan. Tetapi juga aspek ekonomi  didapatkan. Jumlah angka pengangguran menjadi berkurang. Kesejahteraan masyarakat menjadi     tercukupi.
            Agar supaya dapat terealisasi. maka tentunya selain di butuhkan peranan pemerintah dalam hal ini, juga dibutuhkan pengetahuan, kesadaran, dan partisipasi daripada masyarakat   agar terjadi pula sinergitas antara pemerintah dan masyarakat.  Selain untuk jaga lingkungan juga untuk kesejahteraan bersama.        
   
*Ketua Umum HMI Komisariat Fakultas sains dan teknologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakrta
**dimuat di Harian Jogja Raya Jawa Pos Pada edisi 7 Juni 2011

Rabu, 25 Mei 2011

mission HMI


Mission HMI
Implementasi Mission HMI dalam Masyarakat Transisi
HMI adalah organisasi kader (sekelompok orang yang terorganisir untuk melakukan perubahan secara terus-menerus),. Hal ini membawa konsekuensi logis pada setiap gerak organisasi yang senantiasa harus diarahkan pada perbaikan kehidupan manusia. Perubahan bagi HMI merupakan suatu keharusan, demi terwujudnya idealisme ke-Islaman dan ke-Indonesiaan.
Dalam melakukan perjuangan, HMI meyakini bahwa Islam sebagai doktrin yang mengarahkan pada peradaban secara integralistik, transenden, humanis, dan inklusif. Dengan demikian kader-kader HMI harus berani menegakkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan serta prinsip-prinsip demokrasi tanpa melihat perbedaan keyakinan dan mendorong terciptanya penghargaan Islam sebagai sumber kebenaran yang paling hakiki dan menyerahkan semua demi ridha-Nya.
Untuk menjaga konsistensi dan kontinuitas gerakan, maka perjuangan yang dilakukan setiap kader HMI secara individu maupun secara institusi harus senantiasa berpegang pada independensi organisasi (independensi etis dan independensi organisatoris). Independensi bagi HMI merupakan karakter kepribadian yang implementasinya terwujud didalam bentuk pola pikir, pola sikap dan pola laku setiap kader HMI baik dalam dinamika dirinya sebagai kader HMI maupun dalam melaksanakan "Mission" HMI dalam kiprah hidup berorganisasi, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Setiap perjuangan HMI harus selalu disesuaikan dengan konteks dan realitas sosial kekinian. Kini masyarakat sedang mengalami situasi transisi demokrasi (budaya, politik, tata pemerintahan). Salah satu ciri masyarakat transisi adalah munculnya banyak aspirasi masyarakat yang menuntut adanya perubahan dan pembaruan sebagai cerminan respons masyarakat terhadap perkembangan dan kemajuan zaman. Aspirasi nasyarakat tersebut merupakan hasil proses sosiologis yang panjang yang melibatkan aktor-aktor perubahan sosial, meminjam istilahnya Daniel Bell dan John Keane aktor-aktor perubahan sosial disebut civil society.
Civil society sekurang-kurangnya memiliki tiga ciri pokok, yaitu; Pertama, adanya kemandirian yang relatif tinggi dari individu-individu, kelompok-kelompok dalam masyarakat, dalam rangka tawar menawar terhadap negara. Kedua, adanya ruang publik yang tersedia sebagai wahana partisipasi politik masyarakat. Ketiga, adanya kemampuan membatasi kekuasaan negara agar tidak menjadi kekuatan yang intervensionis. Dalam perspektif inilah, maka kebangkitan partisipasi masyarakat merupakan indikasi adanya semangat proses demokratisasi di Indonesia.
Dalam merespon kondisi transisi demokrasi, pemerintah melakukan perubahan orientasi dalam menata menejemen pemerintahan. Beberapa perubahan tersebut antara lain, pertama, perubahan orientasi menejemen pemerintahan dari orientasi state driven menjadi menejemen yang berorientasi ke pasar. Selama ini manajemen pemerintahan tidak lebih hanya menuruti kepentingan elit penguasa sedangkan kepentingan masyarakat diabaikan. Kedua, perubahan dari orientasi otoritarian menjadi orientasi demokrasi. Ketiga, perubahan dari orientasi sentralisme menjadi orientasi desentralisasi. Dari ketiga perubahan orientasi tersebut pada dasarnya ada kecenderungan untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. Pemerintah hanya berfungsi sebagai fasilitator masyarakat. Sehingga ada tiga komponen pokok dalam pelaksanaan pembangunan yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat yang diantara ketiganya harus berjalan secara sinergis.
Perubahan diatas, baru sebatas dalam peraturan perundangan itupun masih banyak kekuarangan, belum menyentuh pada budaya masyarakat. Realitas sosial yang terjadi pada era pemerintahan saat ini menunjukan terjadinya krisis ekonomi yang belum teratasi, meningkatnya kekerasan, simpang-siurnya penegakkan hukum, konflik elit politik yang semakin tak terkendali, dll. Dalam situasi demikian HMI beserta kekuatan kemahasiswaan dan kepemudaan mempunyai tanggungjawab besar untuk mengawal dan mewujudkan agenda reformasi yang sampai hari ini belum terwujud
Pengantar Memasuki Mission HMI..
Semua yang ada pasti diciptakan dan semua yang diciptakan mesti memiliki tujuan, karena ada tanpa tujuan sama saja dengan akal tak berpengetahuan, hampa…
Apa, Kenapa, Bagaimana?
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dari namanya saja, orang akan bisa melihat bahwa HMI ini berstatus sebagai organisasi mahasiswa (vide Pasal 7 AD HMI). Sebelum kita lebih jauh mengupas tentang organisasi ini, ada baiknya kita terlebih dahulu mengetahui apa itu mahasiswa? Dengan melihat studi di Perguruan Tinggi paska melewati masa sekolahnya di SMU/sederajat, mahasiswa bisa disebut sebagai orang muda yang secara kejiwaan mengalami fase yang senantiasa berbuat guna menemukan jati dirinya. Orang muda selalu dicirikan dengan semangat yang mengebu-gebu, selalu berpikir ke depan dan normatif, apa yang seharusnya, apa yang sepatutnya, atau sering kita sebut dengan idealisme, selalu memandang sesuatu secara ideal. Pendapat ini bisa jadi benar, jika membandingkannya dengan orang tua, yang memang harus berpikir senyatanya, bagaimana menghadapi tantangan hidup, persoalan pekerjaan, makan, kesejahteraan dst. lebih suka memandang kebelakang, mengingat-ingat romantisme dulu, hingga ungkapan."muda idealis, tua pragmatis" barangkali benar.
Mahasiswa, juga sering diberi predikat atau memainkan peran sebagai inti kekuatan perubahan, garda terdepan pembaharuan, benteng moral bangsa, sosial kontrol antara lain karena dua alasan pertama, karena mahasiswa memiliki ilmu pengetahuan yang lebih dibandingkan kawan-kawannya yang tidak mengecap pendidikan tinggi. Dimana ciri-cirinya mahasiswa relatif memiliki otonomi yang tinggi, tidak bergantung pada pihak manapun, kritis, kelompok yang bebas dari kelompok kepentingan apapun kecuali kepentingan kebenaran.. Berikutnya karena berpendidikan tinggi maka secara politis mahasiswa telah mengalami sosialisasi politik yang lebih tinggi, di kampusnya mereka mengalami akulturasi mengingat heterogenitas penghuni kampus, sehingga mahasiswa dalam mengemban fungsi generasinya sebagai kaum muda terdidik harus sadar akan kebaikan dan kebahagiaan masyarakat hari ini dan masa yang akan datang. Kondisi tersebut memungkinkan transformasi dalam tataran nilai pada mahasiswa. Kedua, adalah legitimasi atas fungsi dan peran yang dimainkan sepanjang panggung sejarah dengan tema besar "dinamika gerakan mahasiswa".
Percaya tidak percaya, dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, peran kaum muda khususnya mahasiswa tidak dapat dipandang kecil, inilah mungkin yang menjadi "semacam beban" bagi gererasi mahasiswa dalam continuum waktu berikutnya, hingga berbagai macam predikat itu menjadi sebuah kewajiban. Katakanlah kebangkitan Nasional 1908 dan Sumpah Pemuda 1928, dimana mahasiswa pada saat itu dipandang sebagai pelopor dan pemersatu bangsa. kemudian di masa Revolusi Kemerdekaan, mahasiswa dipandang sebagai pendobrak penjajahan dan pembela kemerdekaan Republik. Sebagai satu catatan saja, HMI pada masa itu menjadi salah satu—kalau tidak etis mengatakan, satu-satunya—inisiator pembentukan Perhimpunan Persyarikatan Mahasiswa Indonesia (PPMI) dan turut berjuang senjata pula dalam corps/compy mahasiswa, pada masa paska kemerdekaan identitas dan peran politik mahasiswa semakin diperkuat oleh keberhasilan protes-protes mahasiswa tahun 1966 yang tergabung dalam KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) yang berhasil dengan sukses menumbangkan Orde Lama, dimana sekali lagi HMI menjadi salah satu inisiatornya.
Namun dalam perjalanannya, dinamika gerakan mahasiswa menghadapi persoalan internal paska ’66 dikarenakan, mahasiswa adalah termasuk elemen pembentuk Orde Baru, selain ABRI (sekarang TNI) dan teknokrat. Tampak terjadi kebuntuan, apa alternatif bangunan gerakan yang ditawarkan, tatkala gerakan ’66 telah menjadi mitos? Peran apa yang ingin dimainkan dalam system politik Orba? Bagaimana seharusnya tugas dan masa depan eksponen ’66? Pertanyaan-pertanyaan itu memang akan terlihat sangat susah sebab mahasiswa adalah termasuk dalam salah satu grand design elit yang menang.
Baru pada awal ‘70-an mahasiswa menemukan perannya yang sesuai dengan predikat intelektual, yakni sebagai kekuatan moral (moral force). Artinya, mahasiswa bukan sebagai kelompok elit politik yang berusaha mendapatkan kekuasaan, melainkan sebagai kekuatan moral yang secara aktif ikut berperan dalam mencapai cita-cita negara. Tugas utama dalam konsep ini adalah melakukan kritik terhadap keadaan sosial politik yang tidak benar. Dengan demikian mahasiswa tidak cuma keluar dari aliansi segitiga, tetapi juga mau tidak mau harus berhadapan dengan rezim Orde Baru yang terdiri atas militer dan teknokrat (cikal bakal, Golkar). Dalam menghadapi kritik tersebut, rezim bisa bertindak akomodatif bisa pula bersikap keras. Peristiwa Malari 1974 (Malapetaka 15 Januari 1974) secara nyata menunjukkan kalau rezim tidak segan-segan bertindak keras terhadap mahasiswa dimana pemimpin-pemimpin mahasiswa dijebloskan dalam penjara dan organisasinya dibubarkan.
Tahun berikutnya, kita bisa mencatat naik turunnya dinamika itu katakanlah tahun 1978 yang menunjukkan bahwa kekuatan Negara Orba semakin dominan dan sebaliknya kekuatan masyarakat melemah, protes menolak Soeharto tidak berarti apa-apa, malah sebaliknya, negara semakin menjadi-jadi dengan mengeluarkan paket kebijakan NKK/BKK, Daoed Joesoef, Wawasan Almamater, Nugroho Notosusanto yang kesemuany berupaya mematikan aktifitas politik mahasiswa dan menjadikan mahasiswa hanya sebagai manusia penganalisa (man of analisys) dan pekerja otak (knowledge worker) yang dipersiapkan untuk memasuki teknostruktur.
Sabar, sabar, sabar dan tunggu, itu jawaban yang kami terima; kita harus ke jalan, robohkan setan yang berdiri mengangkang… (Bongkar, Iwan Fals)
Ketatnya kebijakan itu otomatis, menjadikan kampus di tahun 80-an adem ayem, mahasiswa banyak melarikan aktifitas politiknya pada diskusi dan kontemplasi di luar kampus. Yang kemudian mempolarisasikan gerakan mahasiswa pada dua bentuk yakni, kelompok studi dan LSM mahasiswa. Dua bentuk ini tidak pernah ketemu dalam prakteknya, satu menganggap yang lain hanya beronani wacana dan satu menganggap yang lain pragmatis, tanpa menyadari bahwa aksi akan semakin kuat jika dibarengi refleksi, dan diskusi akan sangat praksis bila disertai aksi, sebagaimana Lenin bilang, "mustahil terjadi revolusi tanpa teori revolusi".
Setelah mendapat kritik keras akan bentuk gerakan yang sama-sama ekslusif itu, mahasiswa, berkeyakinan untuk kembali ke kampus, karena memang disanalah basis gerakan itu ada. ’87 sampai akhir ’89, protes kembali menyeruak ke permukaan dengan isu yang beragam sesuai dengan perubahan politik yang ada saaat itu. Dapat dicatat antara lain isu-isu itu mengangkat;: pertama, isu tentang masalah intern kampus seperti penolakan dekan/rektor, kenaikan SPP, mutu pendidikan dll (1987); kedua, isu tentang depolitisasi kampus seperti pelaksanaan NKK/BKK, kebebasan mimbar, kebebasan akademik, otonomi kampus (1988); ketiga, isu lokal yang berupa ekses pembangunan di daerah atau penyalahgunaan wewenang oleh pejabat di daerah seperti kasus tanah Badega, Cimacan, Kacapiring, Kedung Ombo dan penggalian pasir di Mojokerto (1989); keempat, isu nasional yang bersifat membela atau memperjuangkan kepentingan rakyat banyak seperti kenaikan tarif listrik dan peredaran kupon KSOB/TSSB, kelima, isu yang bersifat merespon terhadap tindak kekerasan aparat pemerintah, seperti anti kekerasan.
1990 menjadi pertanda berakhirnya masa NKK/BKK, dengan keluarnya kebijakan Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT), namun kampus terpolarisasi antara yang menerima dan menolak, yang menolak berpandangan SMPT, tidak populis, SMPT dijadikan ajang permainan elit mahasiswa, SMPT dianggap tidak lebih sebagai upaya kooptasi birokrat kampus dan perpanjangan NKK/BKK yang berubah bentuk. Sedang yang menerima berpandangan adanya celah yang dapat digunakan mahasiswa yakni petunjuk teknis pelaksanaan keputusan ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi. Dengan modal ini, aturan main SMPT ditentukan oleh institusi perguruan tinggi masing-masing. Tetapi yang jelas keberadaan SMPT, tidak lebih hanya memberikan prestise, "kesejahtera-mudahan" pengurus, dan "kekuasaan" eksistensi kelembagaan.
Sampai akhirnya, situasi politik dan ekonomi yang tidak menentu di 1997 dapat menyatukan kembali gerakan mahasiswa, dengan bungkus reformasi, 32 tahun rezim Soeharto dapat dilengserkan. ‘98, dinamika gerakan mahasiswa mencapai titik gemilang berikutnya. Seperti sebuah rangkaian episode yang teratur, mahasiswa paska ’98 dipaksa keras untuk menjaga berjalannya proses reformasi. Sebagaimana air laut, dinamika gerakan mahasiswa mengalami pasang surut sampai hari ini…
HMI, Hakekat dan Maknanya…
Berikutnya yang terlihat dari kata HMI adalah "I"nya, yakni Islam. Dalam Anggaran Dasar Pasal 3 disebutkan bahwa "HMI berasaskan Islam", bahkan jauh sebelum itu ide dasar kelahiran HMI yang melihat kondisi umat Islam Indonesia yang terpolarisasi dalam beberapa kelompok maka menurut pemrakarsa pendiri, ayahanda, Lafran Pane, kita harus melakukan "pembaharuan ke-Islaman". Maka untuk melakukan gerakan pembaharuan mutlak dibutuhkan alat perjuangan yang berupa organisasi, karena gerakan tidak bisa dilakukan sambil lalu melainkan harus dengan suatu usaha yang teratur, terencana dan sistematis.
Selain itu salah satu Latar Belakang yang sangat dominan dalam lahirnyapun adalah persoalan ke-Islaman, antara lain: (1). menampung aspirasi mahasiswa Islam akan kebutuhan, pemahaman, penghayatan keagamaan; (2). Tenggelamnya ruh dan semangat Islam dalam mahzabisme, sufisme dan tertutupnya pintu ijtihad. Namun disamping itu bangkitnya Islam yang dimulai dari dunia arab berupa gerakan reformasi dan modernisasi dalam tata kehidupan keagamaan umat Islam dan resonansinya mengilhami dan mendorong umat Islam Indonesia untuk bangkit, kebangkitan terlihat dari munculnya Serikat Dagang Islam, Muhammadiyah, Al-Jamiatul Wasliyah, Persatuan Umat Islam, Persatuan Islam dan Masyumi; (3). Terjadinya krisis keseimbangan dikalangan mahasiswa akibat perguruan tinggi yang tidak mengintegrasikan antara disiplin Ilmu dan Agama.
Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala, menurunkan Islam sebagai agama yang haq, dan sempurna untuk mengatur umat manusia agar berkehidupan sesuai dengan fitrahnya sebagai khalifah di muka bumi dengan kewajiban mengabdikan diri semata-mata kehadirat-Nya. Kehidupan yang sesuai dengan fitrah manusia tersebut adalah kehidupan yang seimbang, terpadu antara jasmani dan ruhani, individu dan masyarakat, iman, ilmu dan amal dalam mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan ukhrowi (lihat, Nilai-nilai Dasar Perjuangan HMI).
Sehingga dengan begitu ke-Islaman adalah sebuah komitmen (ikatan jiwa) bagi HMI secara moral dan kelembagaan. Maka Islam bagi HMI adalah dasar kelahiran, sumber nilai, motivasi, dan inspirasi. Karena Islam adalah ajaran yang fitrah, maka pada dasarnya tujuan Islam adalah juga merupakan tujuan dan usaha HMI
.
aku tak mau terlibat persekutuan manipulasi; aku tak mau terlibat pengingkaran keadilan; aku mau jujur-jujur saja, bicara apa adanya; aku tak mau mengingkari hati nurani. (Hio, Iwan Fals)
Sebagaimana tadi dikatakan diatas, dimana mahasiswa yang berperan sebagai moral force yang senantiasa menjalankan fungsi social control. maka mahasiswa harus senantiasa merupakan kelompok yang bebas dari kelompok apapun, kecuali kepentingan kebenaran dan obyektifitas demi kebaikan dan kebahagiaan masyarakat hari ini dan kedepan. Untuk itu sebagai HMI yang berstatus sebagai organisasi mahasiswa, sifat mahasiswa harus dijiwai dan menjiwai HMI, dengan kata lain HMI harus menjiwai dan dijiwai sikap independen.
Sifat independensi HMI adalah sifat organisasi secara etis merupakan karakter dan kepribadian kader HMI. Implementasinya harus terwujud dalam bentuk pola pikir pola sikap, dan pola laku setiap kader HMI baik dalam dinamikanya sebagai kader HMI—yang kemudian disebut sebagai Independensi Etis HMI—maupun dalam melaksanakan hakekat dan mission HMI dalam kiprah hidup berorganisasi, berbangsa dan bernegara, kemudian disebut sebagai Independensi Organisatoris HMI.
Independensi etis adalah sifat independen secara etis yang pada hakekatnya merupakan sifat yang sesuai dengan fitrah kemanusiaan. Fitrah tersebut membuat keinginan manusia suci dan secara kodrati cenderung pada kebenaran (hanief). Watak dan kepribadian kader sesuai dengan fitrahnya akan membuat kader HMI selalu setia pada hati nuraninya yang senantiasa memancarkan keinginan pada kebaikan, kesuciaan dan kebenaran pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dengan demikian melaksanakan independensi etis bagi setiap kader HMI berarti pengaktualisasian dinamika berpikir, bersikap, dan berprilaku baik hablumminallah maupun dalam hablumminannas hanya tunduk dan patuh pada kebenaran.
Sedang independensi organisatoris adalah watak independen HMI yang teraktualisasi secara organisasi di dalam kiprah dinamika HMI baik dalam kehidupan interen organisasi maupun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Independensi organisatoris diartikan bahwa dalam keutuhan kehidupan nasional, HMI secara organisatoris senantiasa melakukan partisipasi aktif, korektif, dan konstitusional agar perjuangan bangsa dan segala usaha pembangunan demi mencapai cita-cita (masyarakat adil dan makmur tanpa tindasan, tanpa hisapan) semakin hari semakin terwujud dengan tetap menjunjung tinggi, tunduk dan komit pada prinsip-prinsip kebenaran dan obyektifitas. Dalam melaksanakan dinamika organisasi HMI secara organisatoris tidak pernah terikat jiwa pada kepentingan pihak manapun atau kelompok atau golongan manapun kecuali tunduk dan terikat pada kepentingan kebenaran, obyektifitas, kejujuran, dan keadilan.
Mencoba Membaca Tujuan itu
Ibu pertiwi hilang tawanya; Tak percaya masih ada cinta… (Untukmu Negeri, Iwan Fals)
Dalam perjalanannya, Rumusan Tujuan HMI mengalami beberapa kali perubahan, yang dapat di bagi sebagai berikut:
  • Hasil Rapat 5 Februari 1947 oleh para pendiri, yaitu: (1). Mempertahankan Negara Republik Indonesia dan Mempertinggi Derajat Rakyat Indonesia; dan (2). Menegakkan dan Mengembangkan Agama Islam. Lahir pada masa itu jelas menunjukkan HMI adalah anak kandung revolusi sekaligus anak kandung umat Islam Indonesia yang resah atas gelagat sejarah. Dengan pertimbangan bahwa Islam tidak akan berkembang, bila Indonesia berlum lagi merdeka. Seperti diketahui rentang waktu 1945 s/d 1949, Belanda masih melakukan Agresi Militer, hingga mempertahankan kemerdekaan republik menjadi suatu prioritas.
  • Hasil Ketetapan Kongres I HMI di Yogyakarta, 30 November 1947, yang tertuang dalam Pasal 4 AD, membalik rumusan menjadi: (1). Menegakkan dan Mengembangkan Agama Islam; dan (2). Mempertinggi Derajat Rakyat dan Negara Republik Indonesia. Walau baru 9 bulan, ternyata HMI lebih memilih menjadi Anak Umat daripada Anak Bangsa.
  • Hasil Ketetapan Kongres IV HMI di Bandung, yang disahkan 4 Oktober 1955, yang tertuang dalam Pasal 4 AD, dengan pertimbangan akan kurang tepat jika memposisikan HMI sebagai organisasi massa apalagi kekuatan politik (praktis), sehingga disepakati memfungsikan HMI sebagai organisasi kader. Dengan demikian rumusan tujuan menjadi "Ikut mengusahakan terbentuknya manusia akademis, pencipta dan pengabdi yang bernafaskan Islam".
  • Namun dalam perjalanan HMI selanjutnya terasa ada yang kurang dari rumusan tujuan tersebut yakni fungsi lebih lanjut dari "manusia akademis, pencipta dan pengabdi yang bernafaskan Islam" itu serta di bumi apa insan cita itu hidup dan bergerak. Karena itu pada Kongres X di Palembang, dalam Ketetapannya yang disahkan 10 Oktober 1971 melengkapi rumusan tujuan tersebut sambil memperbaiki redaksinya sehingga berbunyi "Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah Subhanahu Wa Ta’ala". Dan terus dikukuhkan dan disahkan di Kongres-kongres berikutnya, insyaAllah. Dalam rumusan tujuan tersebut, maka HMI pada hakekatnya HMI bukanlah organisasi massa dalam artian kuantitatif, sebaliknya HMI secara kualitatif merupakan lembaga pengabdian dan pengembangan idea, bakat dan potensi yang mendidik, memimpin dan membimbing anggota-anggotanya untuk mencapai tujuan dengan cara-cara perjuangan yang benar dan efektif. Dari rumusan itu pula dapat dibagi menjadi dua, yakni Insan Cita dan Masyarakat Cita.
Insan Cita HMI adalah merupakan dunia cita, ideal yang ingin diwujudkan oleh HMI dalam pribadi seseorang manusia beriman dan berilmu pengetahuan serta mampu melaksanakan tugas kerja kemanusiaan. Dalam Tafsir Tujuan HMI, insan cita memiliki beberapa 17 kualitas pribadi, yang pada pokoknya merupakan gambaran "man of future", insan pelopor yaitu insane yang berpikiran luas dan berpandangan jauh, bersifat terbuka, terampil atau ahli dalam bidangnya, dia sadar apa yang menjadi cita-citanya dan tahu bagaimana mencari ilmu perjuangan untuk secara operatijf bekerja sesuai dengan yang dicita-citakan. Ideal tipe dari hasil perkaderan HMI adalah "man of inovator" (duta-duta pembaharu). Penyuara "idea of progress". Insane yang berkepribadian imbang yang berkepribadian imbang dan padu, kritis, dinamis, adil dan jujur, tidak takabur dan bertaqwa kepada Allah SWT. Mereka itu manusia-manusia yang beriman, berilmu, dan mampu beramal saleh dalam kualitas yang maksimal (insan kamil).
Masyarakat Adil dan Makmur yang diridhoi Allah SWT. Adalah gambaran sederhana HMI tentang tatanan masyarakat yang dimimpikan untuk diwujudkannya, dicita-citakannya, masyarakat yang dalam bahasa agama disebut sebagai baldatun toyibbatun wa robbun ghafur yang merupakan fungsi dari Insan Cita yang akan dikader oleh HMI. Masyarakat cita yang ingin diwujudkan HMI itu juga senada dengan apa yang ingin menjadi cita-cita kemerdekaan oleh Bung-bung Besar pendiri Republik ini, yakni masyarakat yang bebas dari bermacam bentuk belenggu penindasan, masyarakat yang berdaulat, masyarakat yang berdaya, mampu dan mandiri serta dapat menentukan hidupnya sendiri, masyarakat yang menjadi cita-cita kemerdekaan sebagaimana tujuan dari kemerdekaan bukanlah kemerdekaan itu sendiri, dimana bila merujuk pada bahasa preambule konstitusi kita, Pembukaan UUD 1945 yaitu perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia masih sampai sebatas mengantarkan rakyat pada "pintu gerbang" satu tatanan masyarakat "Adil dan Makmur" untuk itu syarat mutlaknya adalah penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, Indonesia bisa berkehidupan kebangsaan yang bebas dst..dst... dengan begitu jelas bahwa masyarakat cita ini berada di dalam Republik Indonesia, dan tujuan HMI hanya dapat direalisasikan oleh mereka yang disebut "kader" dan itu tidaklah berhenti pada masa keanggotaan seorang mahasiswa.
Fungsi dan Peran.
Dalam Anggaran Dasar, Pasal 8 dikatakan bahwa "HMI berfungsi sebagai organisasi kader". Dalam pedoman perkaderan dikatakan bahwa, Kader adalah sekelompok orang yang terorganisir secara terus menerus dan akan menjadi tulang punggung bagi kelompok yang lebih besar. Hal ini dijelaskan dalam ciri-ciri komulatif seorang kader HMI, yaitu: Pertama, seorang kader bergerak dan terbentuk dalam organisasi, mengenal aturan-aturan main organisasi dan tidak bermain sendiri sesuai dengan selera pribadi. Dari segi nilai, aturan itu adalah NDP, sedang dari segi operationalisasi organisasi adalah AD/ART HMI, pedoman perkaderan, dan pedoman serta ketentuan organisasi lainnya. Kedua, seorang kader memiliki komitmen yang terus menerus (permanen), tidak mengenal semangat musiman, tapi utuh dan istiqomah (konsisten) dalam memperjuangkan dan melaksanakan kebenaran. Ketiga, seorang kader memiliki bobot yang dan kualitas sebagai tulang punggung atau kerangka yang mampu menyangga kesatuan komunitas manusia yang lebih besar. Jadi fokus penekanan kaderisasi adalah pada aspek kualitas. Keempat, seorang kader memiliki visi dan perhatian yang serius dalam merespon dinamika sosial lingkungannya dan mampu melakukan social engineering.
Sedang dalam Pasal 9 Anggaran dasar disebutkan "HMI berperan sebagai organisasi perjuangan". Sebagaimana di atas, baik secara organisatoris maupun etis adalah kewajiban bagi kader HMI untuk komit terhadap Islam dan HMI adalah alatnya, alat perjuangan untuk mentransformasikan nilai-nilai ke-Islaman yang membebaskan (liberation force), dan memiliki keberpihakan yang jelas terhadap kaum miskin (dhu’afa) dan kaum tertindas (mustradzafin). Perubahan bagi HMI merupakan keharusan, demi tercapainya idealisme ke-Islaman, maka HMI bertekad menjadikan Islam sebagaiu doktrin yang mengarahkan pada peradaban secara integralistik, transendental, humanis, dan inklusif. Dengan demikian Kader-kader HMI harus berani menegakkan nilai-nilai kebenaran dan keadilanserta prinsip-prinsip demokrasi tanpa melihat perbedaan keyakinan dan mendorong terciptanya penghargaan Islam sebagai sumber kebenaran yang paling hakiki.
Jelaslah kiranya bahwa dalam rumusan tujuan HMI yang tadi kita katakan terbagi dua yakni "insan cita" dan "masyarakat cita" secara eksplisit berbicara tentang fungsi perkaderan dan peran perjuangan. Dan tujuan HMI tidak akan pernah tercapai bila dalam prosesnya tidak sinambung antara keduanya. Fungsi dan peran adalah dua sisi mata koin (two side of coin) tujuan. Bahwa mustahil ada perubahan ke arah yang benar, kalau kesalahan berpikir masih menjebak benak kita, kata Kang Jalal, maka akan muspro berbicara sosial jika masalah personal masih saja menggerogoti kita. Dalam bahasa kita sehari hari, internalisasi dahulu baru ekternalisasi atau obyektifikasi, pengabdian mengharap ridho-Nya.
Nah, Akhirnya…
Tujuan, jelas diperlukan oleh suatu organisasi sehingga setiap usahanya yang dilakukannya dapat dilaksanakan secara terencana, teratur, terarah dan sistematis. Bahwa tujuan suatu organisasi dipengaruhi oleh motivasi dasar pembentukannya, status, sifat, fungsi dan perannya secara integral dalam totalitas dimana ia berada.
Islam bagi HMI adalah sebagai sumber nilai, motivasi, inspirasi. Keyakinan akan kebenaran Islam menjadikan HMI secara sadar memilih Islam sebagai asasnya (vide Pasal 3 AD). Oleh karenanya Islam bagi HMI merupakan pijakannya dalam menetapkan tujuan. Status HMI sebagai organisasi mahasiswa (vide Pasal 7 AD) memberi petunjuk dimana HMI berspesialisasi. Spesialisasi inilah yang disebut dengan fungsi HMI yakni sebagai organisasi kader (vide Pasal 8 AD), karena mahasiswa adalah kelompok elit dalam totalitas generasi muda yang harus mempersiapkan diri dalam menerima tongkat estafet kepemimpinan bangsa dan generasi yang akan datang. Maka fungsi kaderisasi mahasiswa merupakan fungsi yang paling pokok. Sebagai kelompok elit, mahasiswa memiliki tanggung jawab yang besar, karena itu dengan sifat dan wataknya yang kritis, mahasiswa kemudian berperan sebagai moral force yang senantiasa melaksanakan fungsi social control. Untuk itu, mahasiswa harus bersikap independen dan hanya berpihak pada kebenaran dan keadilan serta obyektifitas. HMI yang melakukan fungsi kaderisasi mahasiswa pun harus menjiwai dan dijiwai sifat independen (vide Pasal 6 AD). Fungsi kaderisasi dalam membentuk apa yang disebut HMI sebagai insan cita (insan kamil ala HMI) tidak lain adalah upaya untuk mewujudkan kehidupan yang sesuai dengan fitrahnya, yakni kehidupan yang seimbang dan terpadu antara jasmani dan ruhani, akal dan kalbu, individu dan masyarakat, iman dan ilmu, demi mencapai kebahagiaan di dunia dan ukhrowi. Demi mencapai kehidupan yang sesuai dengan fitrahnya itu, maka dibutuhkan sebuah kerja kemanusiaan (amal shaleh), yang tertuang dalam peran HMI sebagai organisasi perjuangan (vide Pasal 9 AD), yakni peran yang diemban dalam melakukan internalisasi, eksternalisasi maupun obyektifikasi nilai-nilai ke-Islaman. Dan kerja kemanusiaan ini akan terlaksana dengan benar dan sempurna apabila dibekali dan didasari oleh iman dan ilmu pengetahuan. Karena inilah hakekat tujuan HMI tidak lain adalah pembentukan manusia yang beriman dan berilmu serta mampu menunaikan tugas kerja kemanusiaan (amal shaleh). Pengabdian dalam bentuk kerja kemanusiaan inilah hakekat tujuan hidup manusia, sebab dengan melalui kerja kemanusiaan, manusia mendapatkan kebahagiaan.
Billahittaufiq Wal Hidayah. Bahagia HMI…